GBU-39 adalah bom yang diproduksi oleh Boeing, merupakan amunisi presisi tinggi yang dirancang untuk menyerang target strategis dengan kerusakan skala rendah. Namun, penggunaan bom tersebut dalam serangan terhadap kamp pengungsi di Rafah telah menyebabkan dampak yang tragis bagi warga Palestina. Hal ini mendorong munculnya kekhawatiran dan kritik dari berbagai pihak terhadap peran AS dalam konflik Israel-Palestina.
Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden telah menegaskan bahwa Washington akan menangguhkan pengiriman senjata dan bantuan lain ke Israel jika bantuan-bantuan tersebut digunakan untuk menyerang atau merugikan warga sipil. Namun, pihak Israel membantah melakukan operasi darat besar dalam serangan di Rafah, sehingga Amerika Serikat belum melihat adanya langkah konkret yang memerlukan perubahan kebijakan terhadap Israel.
Dalam konteks ini, banyak negara Eropa sudah mulai melontarkan kritik dan kecaman keras terhadap Israel. Presiden Prancis Emmanuel Macron bahkan mengaku marah melihat serangan yang terjadi pada warga sipil Palestina. Dia mendesak agar operasi di Rafah segera dihentikan dan mengajukan seruan untuk menghormati hukum internasional serta mewujudkan gencatan senjata segera.
Meskipun demikian, Israel tetap mengklaim bahwa serangan udara tersebut bertujuan untuk menargetkan kompleks Hamas. Namun, serangan tersebut justru menyebabkan kebakaran hebat pada tenda-tenda warga sipil di Tel Al-Sultan, yang mengakibatkan banyak korban jiwa di antara anak-anak, perempuan, dan orang lanjut usia.