Partai kanan seperti Reformasi bisa menekan pemerintah dan mempengaruhi Partai Konservatif usai kalah. Mereka mendapat suara 14 persen dan memperoleh lima kursi di parlemen. Inggris memiliki sistem first past the post yang hanya memberi penghargaan ke pemenang di setiap daerah pemilihan. Sifat sistem itu tak hanya mengurangi dampak politik suara yang diberikan untuk partai-partai kecil tetapi juga kemungkinan menghalangi sejumlah pendukung potensial untuk mendukung mereka sejak awal.
Inggris menjadi salah satu negara yang mencari jalan untuk perubahan saat sebagian besar Eropa Barat dan Timur masih banyak yang dikuasai sayap kanan. Italia, Belanda, dan Jerman menyaksikan kebangkitan sayap kanan di negara mereka. Pada Juni lalu, partai sayap kanan Fratelli d'Italia (Fdl) menang telak dengan 28 persen. Partai-partai itu kerap muncul sebagai bentuk protes dengan berdiri di isu anti-imigrasi dan menampilkan diri peduli isu universal. Isu universal di antaranya pekerjaan, pendidikan, perawatan kesehatan, identitas nasional,dan ekonomi.
Profesor politik Eropa di King's College London, Sofia Vasilopoulou, mengatakan kebangkitan sayap kanan di Eropa terkait keinginan pemilih yang memprotes status quo dan tokoh yang sudah lama berkuasa. Vasilopoulou juga menyebut partai kanan punya sejumlah kelompok yang disebut pemilih 'pinggiran'. Mereka kurang percaya terhadap politik dan lembaga. "Ini semacam protes terhadap politik secara umum, dan ada cukup banyak pemilih yang mereka dapat karena itu," ujar dia. Lebih lanjut, Vasilopoulou mengatakan partai sayap kanan dan sayap kanan garis keras tidak hanya menang karena isu imigrasi. "Mereka bisa menang karena menarik koalisi pemilih yang memilih mereka karena berbagai alasan."