Korban mungkin merasa skeptis terhadap kemampuan atau keinginan institusi keagamaan atau sistem hukum untuk menanggapi keluhan mereka dengan serius. Banyak kasus di mana tuduhan pelecehan seksual oleh pemuka agama ditutup-tutupi atau diabaikan oleh otoritas keagamaan. Hal ini dapat menciptakan rasa putus asa dan ketidakpercayaan pada sistem, membuat korban merasa bahwa melaporkan pelecehan adalah upaya yang sia-sia.
Ketakutan akan Reprisal atau Pembalasan
Korban mungkin takut akan pembalasan dari pemuka agama atau dari komunitas mereka jika mereka berbicara. Ancaman fisik atau emosional, termasuk ancaman kehilangan dukungan spiritual atau sosial, dapat menjadi faktor yang signifikan dalam keputusan korban untuk tetap diam. Dalam beberapa kasus, korban mungkin juga takut kehilangan akses ke layanan keagamaan atau dukungan finansial yang disediakan oleh pemuka agama atau institusi keagamaan.
Kurangnya Dukungan dan Sumber Daya
Banyak korban pelecehan oleh pemuka agama merasa bahwa mereka tidak memiliki dukungan atau sumber daya untuk menghadapi situasi tersebut. Layanan dukungan korban mungkin tidak tersedia atau tidak mudah diakses, terutama dalam komunitas yang tertutup atau konservatif. Selain itu, korban mungkin tidak tahu ke mana harus mencari bantuan atau merasa bahwa mereka akan menghadapi lebih banyak kesulitan jika mereka mencoba melaporkan pelecehan.
Studi Kasus: Mengapa Korban Tetap Diam?
Mari kita lihat sebuah studi kasus untuk mengilustrasikan beberapa faktor ini. Maria (nama samaran), seorang wanita muda yang aktif dalam kegiatan gereja, mengalami pelecehan seksual oleh pemimpin rohani di gerejanya. Maria merasa sangat terguncang dan bingung oleh pengalaman tersebut, tetapi dia memilih untuk tetap diam selama bertahun-tahun.