Kasus perampokan emas sebesar 960 kg akhirnya terungkap gara-gara ulah istri yang suka pamer, padahal awalnya kasus perampokan emas oleh Horoshi Nakamura berjalan lancar. Aksi perampokan emas Hiroshi Nakamura merupakan kepingan kisah era kemerdekaan sekitar tahun 1946 yang kelak dikenal sebagai Peristiwa Nakamura. Horoshi Nakamura, seorang kapten tentara Jepang, menjadi tokoh sentral dalam kasus ini. Menurut sejarawan Ben Anderson dalam bukunya yang berjudul "Revoloesi Pemoeda" (2018), peristiwa ini merupakan penggelapan besar-besaran terhadap rumah-rumah gadai negara pada akhir perang yang melibatkan tentara Jepang, Kapten Hiroshi Nakamura.
Pada 1946 di kantor pegadaian Jl. Kramat, Jakarta Pusat, terdapat ratusan kilo emas, uang, dan barang berharga lainnya. Hadirnya barang tersebut dalam jumlah besar di satu lokasi disebabkan oleh kebijakan sentralisasi harta semasa pendudukan Jepang (1942-1945). Jepang berupaya memindahkan seluruh barang berharga dari pegadaian lokal di seluruh Jawa ke pegadaian Jl. Kramat.
Namun, ketika Jepang hengkang dari Indonesia, harta-harta tersebut menjadi tak bertuan. Jika sesuai hukum perang, maka seharusnya harta tersebut jadi milik pemerintah Indonesia. Meski begitu, praktiknya tidak sederhana. Terjadi kebingungan di antara tentara Jepang yang ada di Indonesia.
Pada titik ini, tulis Vincent Houben dalam bukunya "Histories of Scale" (2021), Kapten Hiroshi Nakamura terprovokasi memiliki barang tersebut. Terlebih, dia bisa dengan mudah melakukan pencurian sebab dia punya jabatan penting di Indonesia dan menurut Vincent Houben aksi ini didukung oleh atasannya, Kolonel Nomura Akira.