Belum lama ini, publik kembali dihebohkan dengan kabar mengejutkan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Pasalnya, kedua lembaga tersebut secara resmi menarik sembilan produk makanan dari peredaran setelah ditemukan mengandung unsur babi (porcine) dalam kandungannya. Lebih mengejutkan lagi, tujuh dari sembilan produk tersebut sudah mengantongi sertifikat halal.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat: Bagaimana mungkin produk yang telah bersertifikat halal justru terbukti mengandung babi? Untuk menjawab kebingungan tersebut, simak penjelasan lengkapnya berikut ini.
Ketika Sertifikat Halal Tak Menjamin Kandungan Bebas Porcine
Menurut keterangan resmi Kepala BPOM RI, Prof. Taruna Ikrar, kasus ini bermula dari ketidaksesuaian antara komposisi bahan produk dengan informasi label yang dicantumkan oleh produsen. Dalam beberapa produk tersebut, tidak terdapat keterangan jelas mengenai keberadaan unsur babi seperti gelatin dari porcine—padahal kandungan tersebut masuk dalam kategori kritis dalam proses sertifikasi halal.
“Kalau produknya mengandung alkohol atau gelatin, seharusnya dituliskan secara jujur dan terbuka pada label kemasan,” jelas Taruna dalam konferensi pers, Selasa (22/4/2025). Ia menambahkan bahwa dalam konteks perizinan BPOM, keberadaan bahan-bahan seperti gelatin dan alkohol tetap dapat ditoleransi selama tercantum jelas dalam komposisi. Namun untuk label halal, penentuan wewenangnya sepenuhnya berada di tangan BPJPH.
Proses Temuan: Uji Laboratorium dan Tanggung Jawab Moral BPOM
Fakta bahwa unsur babi dalam beberapa produk tidak dicantumkan pada label membuat produk tersebut sempat lolos dari proses verifikasi awal. Akibatnya, sertifikat halal pun diberikan sebelum ada pengujian laboratorium yang lebih mendalam dari pihak BPOM. Ketika pengujian mendeteksi keberadaan porcine, BPOM segera mengambil langkah lanjutan dengan mengumumkan hasil temuannya kepada publik lewat BPJPH.