“Banyak perusahaan masih menilai loyalitas dari jam kerja, bukan dari hasil kerja. Ini yang membuat banyak pekerja akhirnya menarik diri secara emosional,” ujar Tika Amanda, psikolog organisasi.
Minimnya Ruang Bicara dan Dukungan Psikologis
Di banyak tempat kerja, isu kesehatan mental masih dianggap tabu. Karyawan enggan menyampaikan stres atau kelelahan karena takut dicap lemah atau tidak profesional. Padahal, kurangnya ruang komunikasi yang aman justru memperburuk situasi.
“Lingkungan kerja yang menekan tapi tidak mendukung itu ladang subur bagi depresi,” tambah Tika.
Dampaknya Tak Hanya Psikologis
Fenomena quiet quitting juga berdampak pada produktivitas jangka panjang. Ketika pekerja kehilangan rasa memiliki terhadap pekerjaan, kreativitas dan inisiatif menurun drastis, bahkan bisa memicu gelombang resign massal yang merugikan perusahaan.