Penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat beberapa teknik yang dapat menginduksi terbentuknya memori palsu pada seseorang, seperti sugesti, informasi yang tidak akurat, atau persepsi yang salah. Misalnya, dalam sebuah eksperimen, seorang individu dapat dipaparkan dengan informasi yang keliru tentang suatu peristiwa yang pernah dialaminya, yang kemudian dapat menyebabkan terbentuknya memori palsu tentang peristiwa tersebut.
Psikologi ingatan memainkan peran yang krusial dalam memahami fenomena memori palsu. Teori interpretasi konstruktif menyatakan bahwa ingatan manusia tidak hanya menyimpan informasi yang diterima, tetapi juga memiliki peran aktif dalam merekonstruksi informasi tersebut berdasarkan pengalaman, keyakinan, dan harapan. Hal ini menunjukkan bahwa ingatan manusia rentan terhadap distorsi kognitif, yang pada akhirnya dapat menghasilkan memori palsu.
Sementara itu, studi lebih lanjut mengenai neurobiologi juga mengungkapkan aspek fisik dari fenomena memori palsu. Neuroimaging telah menunjukkan bahwa terdapat keterlibatan berbagai area otak dalam pembentukan memori palsu, termasuk hipokampus dan korteks prefrontal. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat basis neurobiologis yang kompleks dalam terbentuknya memori palsu, yang menghadirkan lebih banyak pertanyaan yang menarik terkait dengan hubungan antara otak dan kesadaran.