Dalam sistem kesehatan yang matang, perluasan kompetensi selalu diiringi oleh perluasan tanggung jawab dan penguatan struktur pendukung, seperti fasilitas anastesi dan NICU. Di Indonesia, diskusi ini muncul di tengah transisi besar setelah pengesahan UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023.
UU Kesehatan 2023: Fleksibilitas dalam Pelayanan Kesehatan
Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 memang membuka ruang bagi fleksibilitas pelayanan kesehatan, termasuk dalam hal perluasan peran tenaga kesehatan. Namun, penting untuk dicatat bahwa UU ini tetap menekankan akreditasi fasilitas, sistem rujukan berjenjang, serta kompetensi berbasis bukti. Pasal 204 dan 205 UU ini menggarisbawahi bahwa pelayanan medis harus dilaksanakan oleh tenaga yang kompeten dan sesuai dengan standar.
Jika kita ingin memperluas akses, caranya bukan dengan menurunkan ambang batas kompetensi, tetapi dengan memperkuat sistem pelatihan, memberikan insentif distribusi tenaga spesialis, dan membangun ekosistem rujukan yang adaptif. Redistribusi beban tidak boleh mengorbankan mutu. Kita harus memperkuat layanan primer, bukan membebani dokter umum dengan tugas besar yang tidak didukung dengan struktur yang memadai.
Meningkatnya Kualitas Layanan Primer: Sebuah Capaian yang Perlu Diperhatikan
Dalam beberapa tahun terakhir, kualitas layanan primer di Indonesia terus mengalami peningkatan. Banyak dokter umum kini telah mendapatkan pelatihan tambahan yang relevan, mulai dari penanganan kegawatdaruratan maternal hingga kemampuan melakukan USG dasar untuk skrining kehamilan risiko tinggi. Puskesmas di berbagai daerah bahkan telah mencapai akreditasi paripurna dan membangun kepercayaan publik sebagai lini pertama yang tangguh.
Namun, karena kita sudah mulai membangun pondasi yang kokoh, perluasan kompetensi ke arah tindakan besar seperti SC harus ditempatkan dalam kerangka sistem yang menyeluruh, bukan sebagai respons reaktif terhadap kelangkaan spesialis.
Membangun Sistem Kesehatan yang Tangguh