Silent Treatment, atau perlakuan diam tanpa menyatakan secara langsung apa yang sedang dirasakan, seringkali menjadi alat komunikasi pasif-agresif dalam hubungan interpersonal. Hal ini sering memicu kekhawatiran dan pertanyaan tentang kondisi kesehatan mental seseorang yang menggunakan atau menerima perlakuan ini. Namun, menurut para psikolog klinis, ada perbedaan antara menggunakan Silent Treatment sebagai strategi komunikasi dengan gangguan mental.
Menurut Psikolog Klinis, Silent Treatment Bukan Tanda Gangguan Mental
Psikolog klinis mengonfirmasi bahwa menggunakan silent treatment secara sporadis dalam relasi tidak langsung menunjukkan gangguan mental dalam seseorang. Hal ini lebih condong kepada gaya komunikasi pasif-agresif atau ketidakmampuan dalam mengekspresikan emosi secara verbal. Psikolog klinis, Dian Permata, M.Psi., menjelaskan bahwa silent treatment banyak digunakan sebagai bentuk kontrol atau strategi pertahanan ketika seseorang merasa terhina, tak dihargai, atau kesal dengan pasangan atau rekan kerja. Terkadang, seseorang yang menggunakan silent treatment mungkin belum memiliki keterampilan komunikasi yang efektif untuk menyelesaikan konflik secara verbal.