Keberanian dan keteguhan Maathai dalam memperjuangkan lingkungan dan hak-hak perempuan menyebabkan dia sering kali berhadapan dengan pemerintah Kenya yang otoriter. Pada tahun 1992, Maathai berani menentang sebuah proyek pembangunan yang akan merusak lingkungan dan memindahkan masyarakat setempat. Ia mengorganisir protes dan menghasilkan perhatian internasional untuk isu tersebut. Keberanian ini mencerminkan cita-cita Maathai yang lebih besar: mengintegrasikan keadilan sosial dan lingkungan sebagai satu kesatuan.
Wangari Maathai mempunyai pandangan yang jelas bahwa untuk mencapai perdamaian, perlindungan lingkungan harus diutamakan. Dalam banyak kesempatan, dia berkata "Tanpa lingkungan yang sehat, tidak ada perdamaian. Tanpa perdamaian, tidak akan ada pembangunan." Pernyataan ini menyiratkan bahwa tantangan lingkungan seperti deforestasi, perubahan iklim, dan kerusakan lahan harus diatasi untuk menciptakan dunia yang lebih baik.
Keberhasilan Maathai dalam memimpin gerakan pohon dan menyuarakan pentingnya lingkungan menempatkannya sebagai tokoh global. Dia sering diundang ke berbagai konferensi dan forum internasional untuk berbagi wawasan dan pengalaman. Pada tahun 2004, ketika dia menerima Nobel Perdamaian, seluruh dunia mengakui dedikasinya untuk lingkungan dan program-program pemberdayaan perempuan. Penghargaan ini tidak hanya mengangkat nama Maathai, tetapi juga mengangkat isu-isu yang selama ini terabaikan.