9. Berikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan masalahnya
Orang tua dapat mencoba untuk menggali pada diri sang anak, tentang hal yang membuatnya dirinya tidak mau atau menolak meminta maaf ketika melakukan keasalahan.
Orangtua ataupun guru perlu bersikap netral, agar tidak berpihak kepada siapapun, baik pelaku maupun korban. Apabila berpihak pada salah satunya, maka malah membuat upaya pemulihan hubungan keduanya semakin sulit dicapai.
10. Tumbuhkan rasa empati pada anak.
Minimal, dirinya akan mengetahui bahwa perbuatannya membuat orang lain tersakiti, menderita atau terganggu. Sehingga, lama kelamaan anak mampu memahami bawa perbuatannya itu tidak baik.
11. Memberikan dorongan
Bentuk ucapannya seperti: "Ibu senang sekali jika kamu mendengarkan keluhan orang lain, sehingga kamu tidak lagi menyakiti orang lain. Ibu sangat ingin agar kamu bisa meminta maaf kepada orang yang Kamu sakiti"
Dengan kalimat-kalimat yang lembut dan tidak bersifat memaksa, maka memberikan harapan besar anak mau menerima nasehat. Hal ini juga mengajari anak untuk bersikap terbuka, dan memacunya untuk berpikir sehingga melatih kematangan berpikirnya dan kecerdasan emosionalnya.
12. Beri tahu aneka cara meminta maaf pada anak
Beberapa cara yang bisa dikenalkan yaitu meminta maaf dengan salaman tangan, merangkul temannya, dengan sentuhan, dengan SMS, e-mail, chat, komentar maaf di media sosial, dll.
Anak nantinya bisa tahu cara mana yang paling tepat dan cocok. Dengan memberikan berbagai caranya itu, dan anak dibebaskan mengemukakan pendapatnya, anak nantinya bisa menemukan banyak ide. Orang tua tinggal mengarahkan anak saja.
13. Beri toleransi waktu pada anak
Orangtua perlu memberikan “tenggat” waktu yang tepat pada anak, sehingga memperoleh momen yang pas untuk anak meminta maaf.
Apabila anak sudah terlihat siap, maka orangtua bisa menjadi perantara sekaligus membantu sang anak untuk meminta maaf kepada temannya, dan mendamaikan keduanya agar hubungan keduanya bisa kembali pulih.