Meningkatnya minat masyarakat terhadap operasi ini juga berkaitan dengan perubahan sosial, terutama setelah protes besar-besaran akibat kematian Mahsa Amini pada tahun 2022. Seiring dengan adanya pembatasan berpakaian bagi perempuan, penampilan wajah pun menjadi satu-satunya aspek yang dapat mereka modifikasi dan ekspresikan.
Meskipun kondisi ekonomi Iran tengah tertekan akibat sanksi internasional dan inflasi tinggi, permintaan terhadap bedah kecantikan tetap tak surut. Di negara dengan upah minimum sekitar US$100 per bulan, biaya operasi hidung dasar dipatok mulai dari US$1.000. Meskipun jumlah tersebut tergolong besar, namun banyak warga rela meminjam uang demi menjalani prosedur ini.
“Saya harus mengajukan pinjaman ke teman dan keluarga untuk bisa menjalani operasi ini. Tapi semuanya sepadan,” ujar Azadeh lagi, menegaskan bahwa hasil yang didapat jauh lebih besar dibanding pengorbanannya.
Tapi, di balik popularitasnya, tren ini juga menyimpan risiko.
Meskipun Iran memiliki fasilitas medis yang cukup canggih dan sering menjadi tujuan wisata medis, banyaknya permintaan membuka celah bagi praktik ilegal. Pemerintah Iran pun telah beberapa kali memperingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap klinik tanpa izin resmi.
Pada Februari lalu, belasan tenaga medis ilegal ditangkap dan sejumlah ruang operasi di Rumah Sakit Apadana, Teheran, ditutup. Bahkan, pada November 2023, tiga perempuan dilaporkan meninggal dunia dalam satu hari akibat prosedur kecantikan di tiga klinik berbeda di Teheran.
Ava Goli (23 tahun), yang tengah mencari klinik terpercaya untuk operasi hidungnya, mengungkapkan kekhawatirannya. “Saya pernah melihat hasil operasi yang gagal. Itu cukup bikin saya takut, jujur saja,” katanya.
Bukan hanya perempuan yang terdorong mengikuti tren ini. Para pria pun mulai merasakan tekanan serupa. Bahador Sayyadi (33 tahun), seorang akuntan, memutuskan untuk menjalani transplantasi rambut menjelang pernikahannya—meskipun harus meminjam uang terlebih dahulu.