Melihat seseorang berjalan atau melakukan aktivitas di tengah malam saat sedang terlelap mungkin terlihat seperti adegan dalam film. Namun, fenomena yang dikenal sebagai tidur berjalan (sleepwalking) atau somnambulisme ini adalah kondisi nyata yang dialami jutaan orang di seluruh dunia. Seseorang yang tidur berjalan bisa melakukan beragam aktivitas, mulai dari duduk di ranjang, berbicara, hingga keluar rumah, semua tanpa kesadaran penuh. Kondisi ini seringkali menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran, dan untuk memahami mengapa seseorang bisa menjadi sleepwalker, kita harus menelusuri bagaimana otak kita bekerja selama tidur.
Fase Tidur: Mengapa Sebagian Otak Terlelap, Sebagian Lain Bangun
Tidur bukanlah kondisi pasif. Selama kita terlelap, otak melewati siklus yang terbagi dalam beberapa tahapan, yaitu fase tidur non-REM (NREM) dan tidur REM (Rapid Eye Movement). Tidur berjalan biasanya terjadi selama fase NREM yang paling dalam, yaitu fase NREM-3. Pada tahap ini, otak berada dalam kondisi tidur yang paling dalam dan sulit untuk dibangunkan.
Uniknya, saat seseorang mengalami tidur berjalan, ada bagian-bagian otak yang tidak sepenuhnya terlelap. Area otak yang mengontrol gerakan motorik, seperti korteks motorik, masih aktif dan mampu merespons impuls, sementara area yang mengontrol kesadaran, memori, dan penalaran berada dalam kondisi tidur nyenyak. Ini menciptakan kondisi di mana seseorang bisa melakukan tindakan fisik tanpa menyadarinya. Otak seolah-olah mengalami "kebingungan" di mana ia tidak bisa sepenuhnya transisi antara tidur dan bangun, sehingga sebagian dari diri kita tertidur dan sebagian lainnya bangun.