Ketika tetesan hujan jatuh ke tanah yang kering, ia memerangkap gelembung-gelembung udara kecil. Gelembung ini kemudian naik ke permukaan tetesan air, pecah, dan melepaskan aerosol—partikel-partikel kecil yang mengandung geosmin ke udara. Partikel-partikel inilah yang terbawa angin dan terhirup oleh hidung kita, menciptakan aroma khas yang kita kenal sebagai bau hujan.
Menariknya, hidung manusia sangat sensitif terhadap geosmin. Para ilmuwan menemukan bahwa kita bisa mendeteksi geosmin bahkan dalam konsentrasi yang sangat rendah, sekitar beberapa bagian per triliun. Sensitivitas ini dipercaya merupakan warisan evolusioner dari nenek moyang kita yang mengandalkan bau untuk menemukan sumber air. Oleh karena itu, otak kita secara naluriah mengasosiasikan aroma ini dengan kelangsungan hidup dan ketenangan. Jadi, aroma hujan yang menenangkan itu sebenarnya adalah perpaduan unik dari biologi, kimia, dan sejarah evolusi kita.