Melansir dari BBC, McDonald's juga mengeluhkan kompleksitas operasional dalam menjalankan bisnis di negara yang terisolasi dengan populasi yang relatif kecil, hanya sekitar 300.000 jiwa. Restoran McDonald's pertama di Islandia dibuka pada tahun 1993, namun kendala-kendala operasional ini akhirnya memengaruhi daya saing bisnis mereka.
Jon Gardar Ogmundsson, pemegang waralaba McDonald's Islandia, pernah menyatakan bahwa meskipun restoran-restoran tersebut belum pernah se-sepi ini sebelumnya, namun keuntungan yang didapatkan juga tidak pernah se-rendah ini.
Tindakan McDonald's untuk menutup bisnisnya di Islandia kemudian memberikan peluang bagi rantai makanan cepat saji lokal bernama Metro, yang akhirnya menggantikan posisi McDonald's dan memasarkan produk-produk serupa dengan harga lebih terjangkau dan sumber pasokan lokal. Meskipun kini tidak ada lagi restoran McDonald's di Islandia, burger dan kentang goreng terakhir yang pernah dijual di negara tersebut dipajang sebagai koleksi di sebuah hostel di selatan.
Sebelumnya, McDonald's telah menjadi sasaran utama boikot sejak konflik Israel-Hamas pada Oktober tahun lalu. Perusahaan ini dikritik atas pemberian ribuan makanan gratis kepada tentara Israel, yang kemudian menimbulkan protes di berbagai negara, termasuk Indonesia. Akibatnya, penjualan McDonald's di Timur Tengah, Indonesia, dan Prancis merosot tajam.