Hilangnya Kualitas Hubungan di Era Digital
Salah satu penyebab utama dari fenomena ini adalah pergeseran dari interaksi mendalam ke interaksi yang dangkal. Media sosial telah memudahkan kita untuk "terhubung" dengan banyak orang tanpa harus membangun hubungan yang substansial. Kita bisa menyukai foto, meninggalkan komentar singkat, atau mengirim pesan emoji, namun semua itu tidak menggantikan percakapan tatap muka yang tulus. Interaksi digital, meskipun memberikan ilusi kedekatan, seringkali tidak memberikan rasa kepemilikan dan pemahaman yang kita butuhkan sebagai manusia.
Kita mungkin punya ratusan teman di Facebook, tapi tidak ada satu pun yang bisa kita hubungi saat sedang merasa sedih. Kita punya grup WhatsApp yang ramai, tapi obrolannya hanya seputar pekerjaan atau hal-hal sepele. Koneksi-koneksi ini bersifat fungsional, bukan emosional. Akibatnya, kita merasa dikelilingi oleh orang-orang, tetapi tidak ada yang benar-benar mengenal kita, dan ini justru memperdalam jurang kesepian.
Kurangnya Kesamaan dan Ketakutan Akan Penolakan
Penyebab lain adalah kurangnya kesamaan (common ground) atau rasa memiliki dalam kelompok. Mungkin kita berada di sebuah lingkungan sosial yang tidak sesuai dengan minat, nilai, atau kepribadian kita. Ketika semua orang membicarakan topik yang tidak kita pahami atau pedulikan, kita bisa merasa seperti orang luar yang sedang mengamati dari kejauhan. Perasaan ini bisa sangat kuat, bahkan jika kita mencoba berpartisipasi dalam percakapan.
Selain itu, ketakutan akan penolakan juga berperan besar. Mungkin kita merasa ingin terhubung secara mendalam, tapi ragu untuk membuka diri karena takut dihakimi atau ditolak. Kita khawatir jika kita menunjukkan sisi rentan kita, orang lain akan lari. Akibatnya, kita membangun tembok pelindung dan menampilkan versi diri yang "aman" di depan publik. Ironisnya, tindakan inilah yang justru mencegah orang lain untuk benar-benar mengenal kita dan membangun koneksi yang tulus.