Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui seseorang yang tampak mahir membantu orang lain menyelesaikan berbagai masalah. Mereka memiliki kemampuan empati yang tinggi, mampu memahami perasaan dan kebutuhan orang lain. Namun, di balik kemampuan luar biasa ini, ada beberapa individu yang justru mengabaikan diri mereka sendiri. Fenomena ini dapat dipahami melalui lensa psikologi sosial, yang menggali bagaimana interaksi kita dengan orang lain mempengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan kita.
Empati adalah kemampuan untuk merasakan dan memahami perasaan orang lain. Individu yang memiliki tingkat empati yang tinggi sering kali menjadi pendengar yang baik dan teman yang dapat diandalkan. Namun, ketika seseorang terjebak dalam pola terus-menerus memberikan dukungan kepada orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri, mereka berisiko mengalami apa yang dikenal sebagai self-neglect atau pengabaian diri. Hal ini terjadi ketika individu semakin terfokus pada kehidupan orang lain dan melupakan kebutuhan, keinginan, dan tujuan mereka sendiri.
Self-neglect dapat mengambil berbagai bentuk. Misalnya, seseorang mungkin mengabaikan kesehatan fisik mereka, seperti tidak makan dengan baik atau tidak cukup tidur, karena mereka terlalu sibuk membantu teman atau anggota keluarga yang membutuhkan. Selain itu, masalah emosional juga bisa muncul; mereka bisa merasa tertekan, cemas, atau bahkan hampa meskipun telah melakukan banyak hal untuk orang lain. Dalam konteks ini, menggunakan empati sebagai motivasi utama justru dapat berbalik menimbulkan masalah bagi diri mereka sendiri.