Adapun penjualan album fisik K-pop terus meningkat, mencapai lebih dari 100 juta unit per tahun, sesuai data yang dilansir oleh Asosiasi Industri Rekaman Korea. Namun demikian, belum ada peraturan yang mengatur praktik pemasaran yang mendorong kemasan berlebihan atau pembelian dalam jumlah besar. Sebagai hasilnya, penjualan album fisik di chart 400 teratas Asosiasi Industri Rekaman Korea melonjak sebesar 49 persen tahun lalu, dan mencapai sekitar 115,17 juta unit dibandingkan dengan 77,12 juta unit pada tahun sebelumnya.
Untuk meningkatkan penjualan, agensi K-pop sering kali memasukkan kartu foto yang dipilih secara acak ke dalam album rumit yang sering kali dibuat dengan kemasan yang tidak dapat didaur ulang. Tindakan ini dianggap sebagai taktik komersial perusahaan hiburan yang mengeksploitasi loyalitas penggemar, yang kemudian menyebabkan banyak orang membeli album dalam jumlah besar. Seorang aktivis dari organisasi Kpop4Planet, Lee Da-yeon, menegaskan bahwa penggemar membeli album dalam jumlah besar karena adanya insentif seperti kartu foto tersebut.
Dalam konteks ini, tidak dapat dipungkiri bahwa perusahaan hiburan K-pop memiliki ketergantungan yang besar pada pendapatan dari penjualan album. Data laporan keuangan mengungkapkan bahwa penjualan album dan musik digital mampu menghasilkan 45 persen pendapatan Grup K-pop Hybe tahun lalu, 46 persen pendapatan JYP Entertainment, dan hingga 40 persen total pendapatan SM Entertainment pada kuartal pertama tahun ini. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan praktik-produksi album memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap sistem ekonomi yang melatarbelakanginya.