Pasar tradisional kerap menjadi indikator nyata kehidupan ekonomi masyarakat, namun kondisi terkini di Pasar Kranji Baru, Bekasi, menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan. Meski sejumlah harga kebutuhan pokok turun drastis usai Lebaran, suasana pasar tetap lengang. Para pedagang mengeluhkan minimnya pembeli, menandakan konsumsi rumah tangga yang belum juga pulih.
Tino, seorang pedagang telur yang sudah puluhan tahun berjualan di Pasar Kranji, menyampaikan kekhawatirannya. “Harusnya setelah Lebaran makin ramai, tapi sekarang malah makin sepi. Padahal harga-harga sudah turun,” ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Fenomena ini memang terasa aneh, terutama karena penurunan harga tidak terjadi secara kecil-kecilan, tetapi cukup signifikan. Komoditas seperti bawang merah, cabai rawit merah, dan tomat menunjukkan penurunan harga yang mencolok. Harga bawang merah misalnya, yang sempat menyentuh angka Rp70 ribu per kilogram, kini dijual seharga Rp40-50 ribu. Cabai rawit merah, yang biasa dijuluki ‘cabe setan’, bahkan turun tajam dari Rp150 ribu menjadi Rp50 ribu per kilogram. Tomat pun kini stabil di kisaran Rp16-18 ribu per kilogram.
Namun ironi terjadi. Alih-alih mendongkrak daya beli, penurunan harga justru tidak berhasil menarik minat masyarakat untuk belanja lebih banyak. Pedagang merasa aktivitas pasar seperti mati suri. “Biasanya habis Lebaran, orang beli stok buat seminggu. Sekarang satu dua aja yang beli,” ujar seorang penjual sayur.
Sementara itu, sejumlah kebutuhan pokok lain seperti telur justru mengalami kenaikan harga. Telur ayam ras, misalnya, naik dari Rp25 ribu menjadi Rp28 ribu per kilogram. Telur omega bahkan sudah menembus Rp34 ribu dari sebelumnya hanya Rp30 ribu. “Baru dua hari lalu beli Rp30 ribu, sekarang Rp34 ribu. Tapi tetap dibeli karena itu kebutuhan,” keluh seorang konsumen.