Pan Lian, seorang konsultan hubungan keluarga di Provinsi Hubei, menyampaikan bahwa pernikahan persahabatan bisa menjadi bentuk perlindungan terhadap tekanan sosial yang terlalu berat, sekaligus menjaga kemandirian pribadi para pelakunya. Namun, ia juga mengingatkan bahwa tidak semua orang cocok menjalani hubungan semacam ini.
Menurutnya, hubungan semacam ini rentan terhadap ketidakstabilan karena tidak dibangun atas dasar cinta atau ikatan emosional yang mendalam. Pernikahan ini bisa menjadi solusi sementara, terutama bagi mereka yang ingin menghindari stigma sosial atau mendapatkan perlindungan hukum tertentu. Namun, dalam jangka panjang, hubungan ini berisiko jika tidak didasari komitmen kuat atau tujuan hidup yang selaras.
Masa Depan Tren Ini
Fenomena pernikahan persahabatan mencerminkan perubahan besar dalam cara generasi muda memandang relasi dan institusi pernikahan. Di satu sisi, ini menunjukkan keberanian untuk mendefinisikan ulang konsep “keluarga” berdasarkan kenyamanan dan fleksibilitas. Di sisi lain, ini juga menyoroti betapa besarnya tekanan sosial yang dihadapi individu dalam masyarakat modern, hingga mereka rela menempuh jalan yang tak lazim demi ketenangan hidup.
Jika kondisi sosial seperti harga properti yang tinggi, beban ekonomi, serta tekanan untuk menikah tidak berubah, besar kemungkinan tren ini akan terus berkembang. Namun jika ada perbaikan dalam akses perumahan dan jaminan sosial bagi lajang, minat terhadap pernikahan persahabatan mungkin akan berkurang.