Mengapa Ibu Rumah Tangga Lebih Rentan Mengalaminya?
Secara tradisional dan sosiokultural di banyak masyarakat, termasuk Indonesia, peran sebagai "manajer rumah tangga" atau "kepala rumah tangga non-finansial" secara implisit diberikan kepada perempuan, khususnya ibu. Beberapa alasan utama mengapa ibu rumah tangga sangat rentan terhadap mental load antara lain:
Harapan Sosial dan Peran Gender Tradisional: Sejak dulu, ada ekspektasi bahwa urusan rumah tangga dan pengasuhan anak adalah domain utama perempuan. Meskipun kini banyak perempuan yang juga bekerja di luar rumah, ekspektasi ini seringkali tetap melekat pada mereka. Ibu merasa bertanggung jawab penuh atas segala sesuatu yang berkaitan dengan fungsi rumah tangga, dari hal kecil hingga besar. Ini menciptakan tekanan internal untuk memastikan semua berjalan sempurna.
Kurangnya Pembagian Tugas yang Merata: Seringkali, pasangan atau anggota keluarga lain hanya menunggu instruksi untuk bertindak. Mereka mungkin bersedia membantu, tetapi jarang secara proaktif "melihat" apa yang perlu dilakukan atau "mengingat" daftar tugas yang belum selesai. Misalnya, seorang ayah mungkin bersedia mengantar anak ke dokter jika diminta, tetapi ibu lah yang harus mengingat jadwalnya, menelepon klinik, dan menyiapkan segala keperluannya. Ketidakseimbangan ini membuat mental load tetap berada di pundak ibu.
Standar Perfeksionisme Internal: Banyak ibu memiliki standar tinggi untuk pengelolaan rumah dan kesejahteraan keluarga. Mereka merasa harus memastikan semua detail kecil tertangani dengan baik. Standar ini, baik yang datang dari diri sendiri maupun tekanan sosial, dapat memperparah beban mental load, karena mereka merasa tidak boleh ada yang terlewat.