Di tengah arus gaya hidup serba cepat yang sering dikaitkan dengan prinsip "You Only Live Once" (YOLO), kini muncul sebuah tren baru dengan perspektif berbeda, yaitu "You Only Need One" (YONO).
Jika YOLO dipahami sebagai ajakan untuk menikmati hidup tanpa batas, YONO hadir sebagai pengingat akan pentingnya kesederhanaan dan efisiensi. Gaya hidup YONO mendorong masyarakat untuk fokus pada kebutuhan esensial, dengan memanfaatkan satu barang atau solusi yang cukup memenuhi keperluan tertentu.
Namun, bagaimana dampaknya apabila masyarakat beramai-ramai menerapkan gaya hidup ini? Menurut Pengamat Psikososial dan Budaya, Endang Mariani, dampaknya bisa positif dan negatif.
Menerapkan gaya hidup YONO dapat mengurangi budaya konsumtif, memperkuat kesadaran akan perlunya berhemat, dan mengurangi pemborosan atau belanja impulsif. Dampaknya juga bisa mengurangi stres finansial pada masyarakat, sehingga kesejahteraan mental dapat meningkat. Dengan gaya hidup YONO, individu tidak lagi mengejar tren dan ambisius untuk memamerkan harta, melainkan menumbuhkan solidaritas sosial.
Sementara itu, kecemburuan sosial yang sering muncul akibat kesenjangan gaya hidup juga dapat berkurang, karena masyarakat lebih cenderung menghargai keberadaan satu sama lain. Namun, ada dampak negatif yang mungkin timbul, seperti penurunan produksi barang dan peredaran uang yang bisa melemahkan pertumbuhan ekonomi.