Dunia mode kini dihadapkan pada momen transformasi yang signifikan setelah Anna Wintour, sosok legendaris yang telah menjadikan Vogue Amerika Serikat sebagai acuan utama dalam industri fesyen selama lebih dari 30 tahun, memutuskan untuk mundur dari jabatannya. Laporan dari The Guardian pada Jumat lalu menyoroti bahwa kepergian Wintour akan meninggalkan kekosongan yang lebih dalam daripada yang ditinggalkan oleh perancang busana atau model terkenal mana pun. Pengaruhnya yang luar biasa membuat Wintour dijuluki sebagai "ratu fesyen", sebuah gelar yang melekat erat padanya berkat tangan dinginnya yang menjadikan majalah tersebut sebagai kiblat tren.
Seperti halnya megabintang seperti Beyoncé dan Madonna, Wintour dikenal hanya dengan nama depannya saja, "Anna". Bahkan, banyak orang merasa terhormat untuk tidak menyapanya secara langsung. Lahir di London pada tahun 1949, perjalanan karir Wintour dimulai pada tahun 1970 sebagai asisten editor fesyen di Harper's & Queen. Karirnya membawanya ke New York pada tahun 1975, di mana ia menjabat sebagai editor fesyen di Harper's Bazaar AS, sebelum akhirnya bergabung dengan Vogue pada 1983.
Sejak dipercaya sebagai pemimpin redaksi Vogue pada 1988, Wintour berhasil mengubah majalah ini menjadi salah satu publikasi fesyen paling berpengaruh di dunia. Dia dikenal karena ketajaman visinya dalam menghubungkan dunia mode dengan budaya populer, menjadikan sampul Vogue sebagai "gerbang kekuasaan" yang memberikan "kekuatan lunak" bagi banyak selebriti. Gaya kepemimpinannya yang tegas dan berani sering kali dibandingkan dengan seorang komandan militer, mengingat keputusannya yang cepat dan standard tinggi yang tak bisa ditawar.