Sunindyo juga mengungkapkan kronologi dan modus yang digunakan oleh pelaku untuk melakukan aksinya dengan memanfaatkan lubang tambang atau terowongan pada wilayah tambang yang berizin yang seharusnya dilakukan pemeliharaan namun justru dimanfaatkan penambangannya secara ilegal. Hasil kejahatan tersebut diolah terlebih dahulu, dilakukan pemurnian, kemudian di bawah keluar dari terowongan tersebut, dan kemudian dijual dalam bentuk emas mentah (ore) atau logam mulia (bullion emas).
Dengan temuan penambangan ilegal tersebut, Sunindyo mengungkapkan bahwa tersangka telah melakukan penambangan tanpa izin sebagaimana yang dimaksud di dalam Pasal 158 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 dengan ancaman hukuman kurungan selama 5 tahun dan ancaman denda maksimal Rp 100 miliar. Perkara ini juga sedang dikembangkan menjadi perkara pidana dalam undang-undang lain selain Undang-undang Minerba. Di samping itu, ditemukan pula peralatan yang biasa digunakan pada penambangan ilegal, seperti alat ketok atau labelling, saringan emas, cetakan emas, dan induction smelting, serta alat berat seperti lower loader dan dump truck listrik.
Setelah dilakukan pengukuran oleh surveyor yang kompeten, ditemukan kemajuan lubang tambang dengan total panjang 1.648,3 meter dengan volume 4.467,2 meter kubik. Sunindyo juga menyatakan bahwa saat ini penyelidikan masih memperhitungkan berapa potensi kerugian negara dari kegiatan penambangan ilegal tersebut. Kerugian negara akibat kegiatan tambang ilegal ini masih dalam perhitungan dari lembaga terkait yang memiliki kompetensi untuk menghitung kerugian negara.