Kekhawatiran Lynda: Mempelajari Restrukturisasi dan Menjaga Stabilitas Ekonomi
Senada dengan Ichsan, Lynda (30), karyawan swasta asal Tangerang Selatan, juga merasakan dampak kenaikan cicilan. Ia mengambil KPR pada 2020 lewat BRI dengan skema bunga tetap dua tahun pertama, lalu beralih ke bunga mengambang. Cicilan awalnya Rp 2,3 juta, kini naik menjadi Rp 2,7 juta. Untuk sementara, ia juga mengambil pekerjaan tambahan. “Sekarang triknya lebih ke side job. Tapi aku lagi berniat restrukturisasi,” ucap Lynda, Selasa (27/5/2025).
Meskipun gaji utamanya cukup untuk biaya hidup dan cicilan, kebutuhan tersier dan kegiatan sosial membuatnya perlu penghasilan tambahan. Lynda juga mengakui bahwa bank sudah memberikan simulasi mengenai skema bunga flat dan floating sejak awal.
Dengan tenor cicilan yang masih panjang, Lynda sempat khawatir jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan mempertimbangkan menjual rumah jika hal itu terjadi. Ia berharap pemerintah menjaga stabilitas ekonomi agar para debitur bisa tetap melunasi KPR. Ia juga meminta bank aktif menyosialisasikan skema cicilan yang bisa meringankan nasabah. “Sesimpel jaga harga sembako deh kalau enggak bisa bantu yang skala besar,” katanya.
Solusi Suci: Pindah Bank untuk Bunga Lebih Stabil
Cerita berbeda datang dari Suci (33), warga Bogor, yang mengambil langkah lebih jauh untuk mengatasi fluktuasi bunga KPR. Ia memilih memindahkan kredit (take over) KPR dari Bank BTN ke Bank Syariah Indonesia (BSI) agar cicilan lebih stabil. “Awalnya dari BTN, bunganya floating. Akhirnya saat pandemi kami pindah ke BSI yang bunganya flat,” kata Suci, Rabu (9/4/2025).