"Relaksasi ini tidak bersifat menyeluruh. Ini hanya untuk AS, khususnya untuk barang ICT. Bukan berarti produk dari negara lain bisa masuk tanpa memenuhi ketentuan TKDN," tegas Todotua.
Ia juga menyebut bahwa perusahaan dari negara lain, seperti Tiongkok, Korea Selatan, atau Jepang yang sudah lama beroperasi di Indonesia dan memenuhi ketentuan TKDN sebesar 35% untuk produk seperti handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT), tidak perlu khawatir akan terpinggirkan.
Todotua menambahkan bahwa jika pun relaksasi ini berdampak secara fiskal, pemerintah masih memiliki instrumen kompensasi lain, seperti ekstensifikasi fiskal atau pengaturan insentif untuk memastikan iklim investasi tetap kondusif.
Strategi Taktis untuk Negosiasi Perdagangan
Langkah relaksasi TKDN ini bukan satu-satunya kartu yang dimainkan pemerintah dalam menghadapi tekanan tarif dari Trump. Pemerintah juga sedang mempersiapkan paket deregulasi kebijakan perdagangan internasional dengan Amerika Serikat, yang bertujuan menciptakan iklim dagang yang lebih fleksibel dan saling menguntungkan.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga siap melakukan peningkatan signifikan dalam pembelian barang-barang asal AS, dengan nilai yang diproyeksikan mencapai US$ 18 hingga US$ 19 miliar. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya konkret untuk mengurangi defisit perdagangan yang selama ini menjadi alasan utama AS menerapkan tarif tinggi terhadap produk Indonesia.
Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyatakan bahwa nilai pembelian tersebut sudah disesuaikan agar mencerminkan upaya nyata Indonesia dalam menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara.
“Intinya kita mencoba menyeimbangkan defisit neraca perdagangan melalui peningkatan pembelian barang dari AS,” ujar Susiwijono.
Dampak Jangka Panjang dan Tantangan
Meski kebijakan ini bersifat terbatas, relaksasi TKDN tentu menimbulkan diskusi hangat di kalangan pelaku industri. Beberapa pihak, termasuk dari sektor kendaraan listrik, menyuarakan kekhawatiran akan dampaknya terhadap upaya membangun industri lokal berbasis komponen dalam negeri.