Ketika pariwisata menjadi medan pertarungan antara kepentingan politik dan ekonomi lokal, dampaknya dapat sangat beragam. Misalnya, tujuan untuk menarik wisatawan domestik atau mancanegara dapat memicu pengembangan infrastruktur yang dapat meningkatkan perekonomian. Namun, dalam perjalanan tersebut, muncul ancaman terhadap keseimbangan sosial dan budaya masyarakat setempat. Ketika pariwisata lebih menguntungkan pihak-pihak tertentu, bisa jadi masyarakat lokal justru terpinggirkan dalam proses tersebut.
Ekonomi lokal, dalam konteks ini, seharusnya mendapatkan dampak positif dari pertumbuhan pariwisata. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bisa mendapatkan peluang usaha baru melalui sektor pariwisata. Namun, ketika pariwisata diwarnai oleh politik, potensi ini dapat terhambat oleh regulasi yang menguntungkan pihak tertentu. Sebagai contoh, izin usaha yang rumit dan biaya tinggi untuk berpartisipasi bisa mempersulit pelaku UMKM lokal, sementara pelaku besar yang memiliki koneksi politik lebih mudah mendapatkan akses ke pasar.
Di sisi lain, keberlanjutan pariwisata juga menjadi perhatian banyak pihak. Ketika budaya suatu daerah dipolitikkan, sering kali tradisi dan nilai-nilai yang telah ada selama berabad-abad terkoyak demi memenuhi selera pasar. Ini dapat menyebabkan hilangnya identitas budaya, yang pada gilirannya memengaruhi daya tarik pariwisata itu sendiri. Ketika tradisi dijadikan komoditas, ada risiko bahwa arus wisatawan tidak akan tertarik kembali setelah merasakan 'budaya yang dijual' tersebut.