Minyak sawit adalah salah satu komoditas paling penting dalam perdagangan global. Saking pentingnya, minyak ini ada di mana-mana, dari makanan, kosmetik, hingga bahan bakar. Minyak sawit juga menjadi subjek kontroversi yang terus-menerus di pasar internasional. Perdebatan sengit sering muncul, terutama dari negara-negara Barat dan lembaga lingkungan, yang menyoroti dampak negatif dari produksinya.
Isu Lingkungan: Deforestasi dan Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Salah satu kritik paling utama terhadap industri kelapa sawit adalah kaitannya dengan deforestasi besar-besaran. Untuk memenuhi permintaan global yang terus meningkat, lahan perkebunan sawit sering kali dibuka dengan cara menggunduli hutan tropis, terutama di Indonesia dan Malaysia, yang merupakan produsen utama. Hutan-hutan ini adalah paru-paru dunia dan habitat bagi banyak spesies langka.
Proses deforestasi ini menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati. Spesies ikonik seperti orangutan, harimau Sumatra, dan gajah Borneo kehilangan habitat alaminya, membuat populasi mereka berada di ambang kepunahan. Selain itu, pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan pembakaran, yang menimbulkan kabut asap lintas batas (transboundary haze) yang mengganggu kesehatan masyarakat dan memicu polusi udara yang parah di seluruh Asia Tenggara.
Konversi hutan gambut menjadi lahan sawit juga menjadi masalah besar. Hutan gambut adalah ekosistem yang menyimpan karbon dalam jumlah sangat besar. Saat dibakar atau dikeringkan, karbon ini terlepas ke atmosfer dalam bentuk gas rumah kaca, berkontribusi signifikan terhadap perubahan iklim global. Hal inilah yang sering menjadi alasan bagi negara-negara Barat untuk melabeli sawit sebagai penyebab utama kerusakan lingkungan.