Isu Sosial dan Hak Asasi Manusia
Selain isu lingkungan, industri sawit juga menghadapi kritik tajam terkait isu sosial dan hak asasi manusia. Di banyak tempat, pembukaan lahan sawit sering kali tumpang tindih dengan wilayah yang secara tradisional dikuasai oleh masyarakat adat. Konflik lahan seringkali terjadi, di mana masyarakat adat merasa hak tanah mereka dicabut tanpa persetujuan yang adil atau kompensasi yang memadai.
Kondisi kerja di beberapa perkebunan juga menjadi sorotan. Ada laporan mengenai eksploitasi tenaga kerja, upah rendah, dan kondisi kerja yang tidak layak. Tenaga kerja migran, khususnya, seringkali rentan terhadap pelanggaran hak. Meskipun sudah ada standar dan sertifikasi, implementasi di lapangan masih menjadi tantangan besar, dan laporan-laporan ini terus merusak citra sawit di pasar global.
Perang Dagang dan Standar Ganda
Penting untuk dicatat bahwa kontroversi sawit juga memiliki dimensi politik dan ekonomi. Banyak pihak, terutama di Eropa dan Amerika Utara, dituduh menggunakan isu lingkungan sebagai alat untuk mempromosikan minyak nabati produksi mereka sendiri, seperti minyak kedelai dan minyak rapeseed. Ini menciptakan apa yang sering disebut sebagai standar ganda.
Minyak kedelai dan minyak rapeseed juga membutuhkan lahan yang sangat luas dan memiliki jejak karbon yang signifikan. Namun, narasi yang beredar di media internasional seringkali hanya menyoroti sisi negatif sawit, sementara dampak dari komoditas lain diabaikan. Ini memicu perang dagang, di mana Uni Eropa, misalnya, berusaha membatasi penggunaan biodiesel berbasis sawit melalui berbagai regulasi yang diklaim sebagai upaya perlindungan lingkungan. Negara-negara produsen sawit seperti Indonesia dan Malaysia memandang regulasi ini sebagai diskriminasi yang merugikan.