Pendapatan dari kebijakan moneter sendiri tersusun dari berbagai komponen, termasuk pendapatan bunga, transaksi yang berbasis prinsip syariah, dan bunga dari Surat Berharga Negara (SBN) yang digunakan untuk pemulihan ekonomi nasional. Total pendapatan bunga pada tahun 2024 pun mencapai angka tertinggi hingga saat ini, yakni Rp 91,53 triliun. Selain itu, pendapatan berbasis syariah juga menunjukkan performa yang baik, mencatatkan angka sebesar Rp 10,73 triliun, menjadikan total pendapatan dari kedua komponen ini mencapai Rp 102,26 triliun, atau setara dengan 44,72 persen dari seluruh penghasilan BI.
Awalil juga menjelaskan bahwa jika kita perhitungkan secara keseluruhan, pendapatan daya saing dari laporan tahunan ini meningkat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dan berpotensi memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian negara. Penghasilan dari SBN, terutama yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi dan upaya kesehatan, turut menyumbang secara keseluruhan dengan angka yang cukup signifikan, yaitu Rp 26,20 triliun dan Rp 27,79 triliun.
Salah satu kelompok yang menyumbang angka positif adalah pendapatan dari transaksi aset keuangan yang mencapai Rp 9,71 triliun, termasuk di dalamnya keuntungan bersih dari transaksi penjualan emas dan surat berharga. Sementara itu, pendapatan yang diperoleh dari selisih kurs transaksi valuta asing juga menunjukkan kinerja yang mengesankan, dengan total mencapai Rp 54,57 triliun, berkontribusi 21,27 persen dari total penghasilan, dan mengalami peningkatan sebesar 35,15 persen dibandingkan tahun lalu.