“Dulu mereka beli Rp 800.000 per gram, sekarang lihat harga Rp 1,8 juta, mereka kira bisa langsung jual segitu,” tutur Almas. Padahal, sebagai pedagang, ia juga harus memperhitungkan margin dan risiko. “Paling saya bisa beli di harga Rp 1,5 juta. Enggak bisa harga puncak.”
Tekanan untuk Tetap Bertahan
Almas mengaku sering merasa terpojok. Pelanggan menuntut harga tinggi, sementara ia sendiri menghadapi risiko kerugian. “Kalau harga naik, terus banyak yang jual emas lama, ya saya nombok,” katanya lirih. Bahkan ketika pelanggan rela dipotong ongkos produksi sekitar Rp 30.000, mereka tetap berharap bisa jual dengan harga mendekati pasar.
Meski demikian, Almas tidak pernah menolak. Setiap emas yang dibeli akan dibersihkan, dikilapkan ulang, lalu dipajang kembali, menanti pembeli baru. Proses itu menjadi rutinitas yang menuntut kesabaran luar biasa.