Pemerintah sendiri masih dalam proses pembahasan terkait kepesertaan pekerja ojek online dalam program Tapera. Hingga saat ini, belum ada kerangka teknis yang mengatur soal kepesertaan tersebut. Kementerian Ketenagakerjaan tengah melakukan public hearing dan mempertimbangkan aturan tersebut dalam Permenaker. Selain itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, menyatakan bahwa pemerintah sedang mengharmonisasi Perlindungan bagi pekerja ojol dan platform digital workers.
Sementara itu, Komisioner dan Pengelola BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, menjelaskan bahwa aturan Tapera ini masih hanya berlaku bagi pekerja formal dengan kategori berpenghasilan rendah. Pekerja ojol dan kurir online belum termasuk dalam aturan tersebut. Namun, pihaknya akan membuka kesempatan bagi pekerja yang ingin sukarela mengikuti program Tapera.
Penolakan terhadap kebijakan Tapera juga merupakan sebuah dorongan agar pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan para pekerja ojek online. Penghasilan para pengemudi ojol saat ini memang belum sebanding dengan beban operasional yang harus mereka keluarkan. Menurut Lily Pujiati, rata-rata penghasilan pengemudi ojek daring saat ini hanya berkisar Rp50-100 ribu, dan belum dikurangi dengan kebutuhan biaya operasional.
Kementerian Ketenagakerjaan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menyusun kebijakan terkait ketenagakerjaan dan perlindungan pekerja, perlu lebih proaktif dalam mengakomodasi kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh pekerja ojek online. Perlindungan terhadap pekerja ojol masih menjadi perdebatan yang belum selesai, sehingga perlu adanya