Dua organisasi jasa angkutan daring menolak kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan terkait keanggotaan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). PP Nomor 21 Tahun 2024 akan mengenakan iuran sebesar 3 persen dari penghasilan para pekerja. Hal ini ditolak oleh Ketua Asosiasi Driver Ojol, Taha Syafariel, yang menyebut keputusan ini akan merugikan pengemudi ojol.
Asosiasi Driver Ojol menilai bahwa aturan ini akan membuat pengemudi ojol semakin tersiksa dan terpinggirkan. Mereka meminta pemerintah untuk mengakui status para pengemudi ojek daring sebagai kelompok yang bisa dilindungi seperti yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Menurut Taha, para pekerja ojol saat ini tidak mendapat perlakuan yang layak, seperti tunjangan hari raya dan skema kemitraan tanpa perjanjian kerja yang jelas.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, juga menolak PP Tapera tersebut. Baginya, potongan sebesar 3 persen dari upah akan memberatkan pekerja angkutan online seperti ojek, taksi, dan kurir. Menurutnya, pemerintah seharusnya lebih memperhatikan kesejahteraan pekerja angkutan daring ini daripada menambah pungutan iuran.
Pemerintah sendiri masih dalam proses public hearing dan mengkaji apakah pekerja ojek online masuk kriteria peserta program Tapera. Hingga saat ini, belum ada regulasi teknis yang mengaturnya, namun pihak Kementerian Ketenagakerjaan berencana untuk membahas aturan tersebut dalam merumuskan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, mengungkapkan bahwa pemerintah masih mengevaluasi apakah pekerja ojek online akan masuk dalam skema Tapera. Hal ini juga dipertegas oleh Komisioner dan Pengelola BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, bahwa pekerja ojol dan kurir online belum masuk dalam aturan. Namun, pihaknya masih membuka kesempatan bagi pekerja yang ingin sukarela mengikuti program ini.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang penyelenggaraan Tapera menimbulkan kekhawatiran bagi para pengemudi ojol karena dianggap akan membebani penghasilan mereka. Potongan sebesar 3 persen dari pendapatan juga dirasa sangat memberatkan terutama di tengah kenaikan harga barang-barang. Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali keputusan ini dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak merugikan pihak-pihak terkait. Menjaga keseimbangan dalam penerapan regulasi adalah hal yang sangat penting dalam memastikan kesejahteraan para pekerja.