Polri dan Otoritas Digital Bergerak, Tapi Apakah Cukup?
Pihak kepolisian mengklaim telah membentuk satgas khusus untuk mengidentifikasi jaringan pelaku penipuan siber, termasuk mereka yang beroperasi lintas negara. Namun efektivitas penegakan hukum masih dipertanyakan. Banyak kasus berakhir tanpa kejelasan akibat pelacakan dana dan identitas pelaku yang rumit.
Otoritas komunikasi digital juga telah merilis peringatan rutin terkait situs palsu dan aplikasi mencurigakan. Namun, peringatan tersebut sering kali kalah cepat dibanding kreativitas pelaku dalam menciptakan modus baru.
Apa yang Harus Dilakukan Masyarakat?
Pakar keamanan siber menganjurkan sejumlah langkah preventif yang wajib diterapkan oleh pengguna layanan digital:
-
Selalu periksa URL sebelum memasukkan data pribadi atau melakukan login.
-
Jangan klik tautan dari pesan yang mencurigakan, terutama yang mendesak.
-
Aktifkan otentikasi dua langkah di seluruh aplikasi keuangan.
-
Gunakan aplikasi resmi dan hindari mengunduh melalui tautan tidak dikenal.
-
Jika ragu, hubungi langsung layanan pelanggan melalui kanal resmi.
Kasus penipuan transaksi belanja online yang mencapai kerugian Rp 1 triliun ini seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan kewaspadaan kolektif. Dalam era digital yang serba cepat, kejahatan siber berkembang lebih cepat daripada edukasi kepada masyarakat. Pertanyaannya kini: apakah kita akan terus menjadi korban, atau mulai membangun budaya keamanan digital sebelum semuanya terlambat?