Kodali juga menduga, gelombang promosi produk ini mendapat persetujuan tidak langsung dari pemerintah China. Di tengah ketegangan perdagangan, prioritas pemerintah China terhadap perusahaan-perusahaan luar seperti Lululemon atau Chanel mungkin berada di daftar prioritas yang rendah.
Pedagang China Berjuang di Tengah Anjloknya Penjualan
Bagi banyak pedagang dan pabrik di China, media sosial kini menjadi satu-satunya jalan bertahan. Yu Qiule, pemilik pabrik peralatan fitness di Shandong, mulai aktif mengunggah video ke TikTok sejak Maret 2025 setelah permintaan pesanan anjlok drastis.
Hal serupa dilakukan Louis Lv dari Hongye Jewelry Factory di Zhejiang, yang menyebut video-videonya baru mendapatkan perhatian luas setelah pemerintahan Trump mengumumkan kenaikan tarif baru.
"Filosofi kami sederhana: kami akan mengejar ke mana pun ada peluang bisnis," kata Lv.
Dengan semakin dekatnya tanggal 2 Mei 2025 — saat tarif baru resmi diberlakukan — banyak pabrik China berlomba-lomba menghabiskan stok mereka melalui penjualan langsung ke konsumen internasional.
TikTok dan Instagram Jadi Medan Perang Baru
Meskipun TikTok dan Instagram telah menghapus sebagian besar video yang dianggap melanggar kebijakan mereka terkait produk palsu, gelombang konten serupa terus bermunculan kembali. Ini memperlihatkan betapa kuatnya semangat para pedagang China dalam mempertahankan eksistensi mereka, serta betapa tingginya ketertarikan masyarakat global terhadap produk alternatif berharga miring di tengah perang dagang yang semakin panas.
Situasi ini menunjukkan bahwa di balik ketegangan geopolitik, kekuatan media sosial bisa menjadi alat baru dalam menggoyang dinamika ekonomi dunia.