Dia juga berharap agar pemerintah kembali memberikan perpanjangan waktu penggunaan cantrang kembali, sampai adanya hasil uji petik dan solusi terbaik bagi para nelayan. ”Saya minta kepada pemerintah daerah dan kementerian untuk wilayah Jawa Tengah dilakukan perpanjangan kembali, karena masa perpanjangan sudah hampir habis. Ini merupakan masa krisis bagi nelayan, jangan sampai mereka kehilangan mata pencahariannya,” katanya.
Dia berpendapat, sebuah kebijakan harus melihat dampak sosial dan ekonomi. ”Di Juwana ini ada sekitar 2.800 nelayan cantrang yang menghidupi keluarganya,” imbuh Fadholi.
Sementara itu, salah satu nelayan cantrang, Rasjiman mengatakan bahwa penggunaan cantrang tidak memberikan dampak terhadap perusakan lingkungan. ”Semua alat tangkap apapun kalau dioperasikan di laut dangkal pasti menyentuh dasar laut, termasuk alat tangkap gillnet yang diusulkan Bu Susi (Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan),” ungkapnya.
Dikatakan, penggunaan Gillnet justru menyapu semua biota laut. ”Saya pernah gunakan gillnet, malah menyapu dasar laut dan ikan apapun kena. Bahkan penyu, lumba-lumba yang dilindungi negara juga kena,” pungkasnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sjarief Widjaja mengatakan, pemerintah sudah gencar memberikan sosialisasi mengenai dampak buruk dari alat tangkap tidak ramah lingkungan seperti cantrang. ”Tugas kami adalah mengawal dan membantu masyarakat nelayan untuk beralih ke alat tangkap ramah lingkungan,” ujar Sjarief usai memberikan bantuan 325 paket Alat Penangkapan Ikan (API) ramah lingkungan di Banten, Kamis (2/11). ”Saya melihat nelayan kita tidak hanya ulet, tetapi juga semakin cerdas termasuk dalam menggunakan alat tangkap,” kata Sjarief lagi.