Ekonom senior dan pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengingatkan pemerintah untuk mulai menerapkan windfall profit tax. Menurutnya, saat ini sudah terbukti sejak pesta durian runtuh atau meroketnya harga-harga komoditas pasca Pandemi Covid-19 dan pecahnya perang Rusia-Ukraina, yang menikmati hanyalah segelintir pengusaha.
Saat windfall profit terjadi pada 2022, industri batu bara misalnya berhasil memperoleh keuntungan penjualan ekspor senilai Rp 1.000 triliun. Hal ini menunjukkan betapa besar potensi pendapatan yang bisa diperoleh pemerintah dari penerapan Windfall Profit Tax. Meskipun harga komoditas sudah normalisasi, keuangan negara pun mulai defisit karena kurangnya penerimaan pajak.
Faisal Basri menegaskan bahwa penerimaan dari ekspor batu bara pada 2022 senilai US$ 46,76 miliar, naik secara signifikan dari tahun 2021 sebesar US$ 26,53 miliar, dan tahun 2020 bahkan hanya US$ 14,53 miliar. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah dapat mengambil langkah konkret seperti yang dilakukan di beberapa negara lain yang menerapkan windfall tax profit sehingga keuntungan dari penerimaan pajak bisa digunakan untuk membantu masyarakat umum yang sudah tertekan inflasi tinggi.
Faisal memberikan contoh peraturan di Mongolia, di mana 70% dari windfall profit diambil untuk kepentingan negara. Indonesia, sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, memiliki potensi besar untuk menerapkan kebijakan serupa.
Kenaikan PPN yang direncanakan pada tahun 2025, menurut Faisal, akan membuat rakyat menjadi korban dengan kondisi harga jual berbagai kebutuhan pokok yang sudah sangat tinggi. Kebijakan ini akan semakin memperburuk daya beli masyarakat yang sudah terpuruk akibat inflasi tinggi.
Selain itu, dampak dari kebijakan tersebut juga akan terasa dalam penerimaan negara. Hingga Semester I-2024, penerimaan pajak hanya mencapai Rp 893,8 triliun, turun 7,9% dari periode yang sama tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh penurunan PPh Badan akibat turunnya profitabilitas perusahaan, yang merupakan dampak dari moderasi harga komoditas pada tahun sebelumnya. Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, menekankan bahwa penurunan pajak terutama disebabkan penurunan PPh Badan akibat turunnya profitabilitas perusahaan.