Sebuah kontroversi muncul setelah seorang pengguna TikTok dengan nama akun @.radhikaalthaf membagikan video yang menghebohkan publik tentang pengalaman membayar bea masuk sebesar Rp 31,8 juta untuk sepatu senilai Rp 10,3 juta. Video tersebut menjadi perbincangan hangat di media sosial dan menimbulkan pertanyaan tentang kebijakan dalam perhitungan bea masuk yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Dalam video tersebut, @.radhikaalthaf mengungkapkan keraguan atas rumus perhitungan bea masuk yang dikenakan kepadanya. Menurutnya, seharusnya bea masuk yang harus dibayarnya hanya sebesar Rp 5,8 juta, bukan Rp 31,8 juta sebagaimana yang ditagihkan oleh DJBC. Perbedaan yang signifikan antara nilai sepatu dengan bea masuk yang harus dibayarnya menjadi sorotan penting dalam polemik ini.
Menyikapi hal tersebut, DJBC pun memberikan penjelasan resmi terkait permasalahan ini. Menurut DJBC, beban bea masuk sebesar Rp 31,8 juta tersebut tidak semata-mata merupakan pajak impor dari nilai sepatu yang dibeli. Di balik angka tersebut, terdapat pengenaan sanksi administrasi berupa denda akibat ketidaksesuaian informasi dari perusahaan jasa pengiriman yang digunakan oleh pembeli sepatu, yaitu DHL.
Diketahui bahwa DHL memberikan informasi nilai pabean (CIF) sebesar US$ 35.37 atau setara dengan Rp 562.736 kepada DJBC. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan oleh DJBC, nilai pabean sebenarnya atas barang tersebut adalah US$ 553.61 atau sekitar Rp 8.807.935.
Berdasarkan penjelasan Bea Cukai melalui akun resmi mereka, ketidaksesuaian informasi yang disampaikan oleh perusahaan jasa pengiriman tersebut menimbulkan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 Pasal 28 Bagian Kelima, Pasal 28 Ayat 3. Hal ini kemudian menjadi faktor utama dalam penentuan bea masuk yang harus dibayar oleh @.radhikaalthaf.