Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, baru-baru ini mengungkapkan fakta mengejutkan mengenai praktik beras oplosan yang sangat merugikan konsumen. Dikatakannya, potensi kerugian bagi konsumen akibat dari penipuan ini bisa mencapai angka fantastis, yaitu sebesar Rp 99 triliun per tahun. Hal ini menjadi perhatian penting di tengah trend peningkatan produksi beras dalam negeri, yang seharusnya memberi dampak positif terhadap harga.
Dalam keterangannya di Jakarta pada tanggal 24 Juli 2025, Arief menjelaskan dengan sederhana tentang praktik tersebut. Ia mencontohkan, "Jika harga beras medium dipatok sekitar Rp 12 ribu per kilogram, tetapi dipasarkan sebagai beras premium dengan harga Rp 15 ribu, maka ada selisih Rp 3.000 per kilogram yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha tidak bertanggung jawab." Ini menciptakan keuntungan yang tidak sah bagi mereka yang terlibat dalam praktik pengoplosan beras.
Lebih lanjut, Arief juga menyampaikan bahwa pada panen raya bulan April lalu, produksi beras dalam negeri mengalami surplus antara 3 hingga 4 juta ton. "Maka dari itu, sangat tidak masuk akal jika harga beras meningkat. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, ditemukan adanya praktik pengoplosan di lapangan," tambahnya.
Arief menekankan bahwa beras yang dijual kepada masyarakat harus memenuhi kesesuaian antara kemasan dan mutu produk. Menurutnya, "Jika beras yang dijual tidak sesuai dengan yang tercantum pada label, maka itu sama saja dengan penipuan." Hal ini menunjukkan betapa pentingnya integritas dalam proses distribusi pangan, terutama beras sebagai salah satu komoditas utama di Indonesia.