Fenomena beras oplosan ini muncul di tengah tren peningkatan produksi beras nasional, yang justru tidak diimbangi dengan stabilitas harga di pasar. Mengacu pada investigasi dari Kementerian Pertanian (Kementan), ditemukan adanya ketidaksesuaian antara isi beras dan label kemasan, yang semakin memperburuk situasi.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras di Indonesia pada semester I 2025 diproyeksikan mencapai 24,96 juta ton. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada periode yang sama, yaitu sebesar 21,88 juta ton, maka terdapat surplus sebesar 3,08 juta ton. "Ini menunjukkan bahwa produksi beras kita cukup baik," ucap Arief.
Melihat perkembangan lebih lanjut, Arief memperkirakan bahwa untuk tahun 2025, total produksi beras sampai bulan Agustus bisa mencapai 24,96 juta ton, sedangkan total konsumsi beras dalam periode yang sama diprediksi sebesar 20,66 juta ton. Dengan data ini, diperkirakan akan ada surplus produksi beras mencapai 4,3 juta ton antara Januari hingga Agustus.
Arief mengingatkan para pelaku usaha perberasan untuk benar-benar memperhatikan aspek akurasi pada kemasan produk. Ia menuturkan, “Sebetulnya tidak ada alasan bagi berat beras yang dijual berkurang dari yang tertera pada label. Jika tertera 5 kilogram, seharusnya tidak jauh dari angka itu, bisa sedikit lebih, misalnya 5,05 kilogram, karena toleransinya biasanya satu per mil."