Jepang saat ini menghadapi krisis beras yang cukup serius, sebuah situasi yang tidak hanya mengganggu ketahanan pangan di negeri Sakura tersebut tetapi juga menciptakan dampak di pasar global. Berita mengenai peningkatan harga beras imbas gelombang panas ekstrem yang merusak panen semakin menjadi perhatian. Kondisi ini memicu banyak kekhawatiran, terutama setelah Menteri Pertanian Jepang Taku Eto secara resmi mengundurkan diri dari jabatannya. Langkah ini diambil akibat meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap penanganan pemerintah atas lonjakan harga beras.
Faktor utama yang menyebabkan krisis ini adalah kombinasi dari cuaca ekstrem dan masalah logistik. Gelombang panas yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir telah menyebabkan kerugian besar bagi para petani di Jepang. Diperkirakan, hasil panen beras tahun ini akan menurun secara signifikan, sehingga berdampak langsung pada pasokan dan harga. Di beberapa supermarket, harga beras kemasan 5 kilogram mencapai 4.268 yen, atau sekitar Rp484 ribu. Kenaikan ini tentu sangat membebani masyarakat, yang kini harus berjuang lebih keras untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Dalam situasi yang penuh tekanan ini, stok beras Indonesia justru mengalami peningkatan yang signifikan, mencapai 3,8 juta ton. Beras Indonesia berada di posisi yang lebih baik dan berpotensi menjadi solusi bagi Jepang yang sedang berjuang dengan penurunan pasokan. Hal ini merupakan langkah strategis bagi Indonesia untuk memperluas pasar dan meningkatkan peran di pasar global, terutama di Asia Tenggara dan sekitarnya.