Serge Areksi Atlaoui dikenal sebagai salah satu terpidana narkotika kelas kakap. Ia ditangkap di Indonesia pada awal 2000-an karena keterlibatannya dalam pabrik ekstasi ilegal. Atas perbuatannya, Serge dijatuhi hukuman mati, namun eksekusinya beberapa kali tertunda karena berbagai faktor, termasuk tekanan diplomatik dari pemerintah Prancis.
Kasusnya sempat menjadi perhatian dunia, terutama setelah Prancis mengajukan berbagai upaya hukum dan diplomatik untuk mencegah eksekusi warganya. Namun, pihak Indonesia tetap mempertahankan vonis tersebut sebagai bagian dari komitmen negara dalam memerangi peredaran narkotika.
Pemulangan Serge ke Prancis melalui Transfer of Prisoner Agreement antara Indonesia dan Prancis dinilai sebagai langkah diplomatik penting. Perjanjian ini memungkinkan narapidana warga negara asing untuk menjalani sisa hukumannya di negara asal mereka, terutama dalam kasus-kasus yang mendapat perhatian internasional.
Meski dipulangkan ke Prancis, belum ada kejelasan mengenai status hukum Serge di sana. Namun, pemerintah Indonesia memastikan bahwa proses ini sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemulangan Serge Areksi memicu beragam reaksi di kalangan masyarakat. Sebagian menilai langkah ini sebagai bentuk kelonggaran terhadap pelaku kejahatan narkotika, sementara yang lain melihatnya sebagai bagian dari kerja sama diplomasi antarnegara.