Setelah guci berada di tangan pasukan Kawilarang, beberapa orang terlihat gelisah dan bernafsu terhadap harta tersebut. Kesal dengan perilaku mereka, Kawilarang mengambil dua peti granat dan dengan tegas menyatakan bahwa harta tersebut diperuntukkan untuk berjuang.
"Apakah kalian benar-benar ingin berjuang? Inilah yang akan kalian gunakan untuk berjuang," ujar Kawilarang sambil menyerahkan dua peti granat.
Selain itu, Kawilarang juga langsung mengusir orang-orang yang masih penasaran dengan harta karun tersebut dengan tegas menyatakan, "Ini adalah untuk perjuangan!"
Kawilarang tidak memiliki niat untuk memiliki harta tersebut. Bahkan, ia menulis surat kepada Residen Bogor Moerdjani untuk menyampaikan temuan tersebut, dan mengatakan bahwa barang yang ada di dalam guci seharusnya menjadi urusan pejabat kementerian dalam negeri.
Namun, Residen menolak menerima barang tersebut dan memintanya untuk mengirimkannya kepada Kementerian Dalam Negeri pemerintah pusat.
Kemudian, Kawilarang memerintahkan Letnan Godjali dan beberapa tentara muda untuk menyerahkan harta karun tersebut kepada pemerintah Republik Indonesia yang pada saat itu bermarkas di Yogyakarta. Semua barang tersebut dikirim melalui utusan dan diterima oleh Sekretaris Kementerian Dalam Negeri, Sumarma.
Menurut laporan dari Ekspres (29/9/1972), nilai dari emas tersebut mencapai Rp 6 miliar. Adapun rincian nilainya terdiri dari 7 kg emas dan 4 kg berlian yang berasal dari Perkebunan Pondok Gede di Bogor.