Koreksi Atas Data Iklim yang Selama Ini Dandalkan
Data suhu yang digunakan dalam Perjanjian Paris tahun 2015 selama ini menyebutkan bahwa pemanasan global sejak era pra-industri mencapai 1,52°C pada 2023. Namun, hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa estimasi tersebut terlalu rendah. Perbedaan 2,2°C dari masa pra-industri mengisyaratkan bahwa target batas aman 1,5°C sudah terlampaui, dan dampaknya jauh lebih besar dari yang selama ini diprediksi oleh kebijakan internasional.
Penelitian ini sekaligus memperkuat kekhawatiran bahwa bencana iklim besar seperti gelombang panas ekstrem, kekeringan berkepanjangan, hingga krisis pangan dan air bisa terjadi lebih cepat dari yang dibayangkan sebelumnya.
Pengaruh Gas Rumah Kaca dan El Niño
Menurut peneliti lain dalam tim tersebut, Jan Esper dari Johannes Gutenberg University Mainz, perubahan iklim yang terjadi saat ini tidak hanya bagian dari siklus alamiah. Esper menegaskan bahwa musim panas 2023 yang sangat ekstrem merupakan gabungan dari dua faktor besar: penumpukan gas rumah kaca akibat aktivitas manusia dan fenomena iklim El Niño.
Gabungan keduanya menciptakan rekor suhu tinggi yang memecahkan semua catatan sejarah iklim sebelumnya. Dampaknya pun nyata: banyak wilayah di dunia mengalami kekeringan, kebakaran hutan besar-besaran, gelombang panas yang mematikan, dan ancaman kerusakan permanen pada ekosistem.
Alarm Kiamat Iklim Semakin Nyaring
Temuan Büntgen memberikan pesan kuat bahwa perubahan iklim saat ini bukan lagi ancaman masa depan, tetapi realitas yang tengah terjadi. Jika tidak segera diambil langkah-langkah radikal untuk mengurangi emisi karbon dan polusi udara lainnya, maka masa depan manusia akan menghadapi konsekuensi yang jauh lebih mengerikan.