Kasus ini mengangkat isu krusial mengenai bagaimana negara menjawab kritik dari masyarakat, terutama generasi muda yang aktif di media sosial. Dalam era digital saat ini, meme menjadi salah satu bentuk ekspresi yang umum digunakan untuk menyampaikan pendapat. Namun, reaksi dari aparat penegak hukum menunjukkan bahwa ruang untuk bersuara bebas di Indonesia masih dipertanyakan.
Penangkapan mahasiswi ini menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Banyak yang beranggapan bahwa tindakan tersebut menunjukkan sikap negara yang anti kritik. Seolah-olah ada ketakutan terhadap suara-suara yang berbeda, terutama bagi mereka yang menggunakan medium baru seperti meme. Di sisi lain, pemerintah harus juga memberikan batasan untuk menjaga ketertiban, terutama ketika kritik tersebut disampaikan dengan cara yang bisa dianggap merendahkan martabat individu.
Di dalam UUD 1945, hak atas kebebasan berpendapat merupakan hak asasi yang dilindungi. Namun, dalam praktiknya, hak tersebut sering kali terhambat oleh berbagai kebijakan yang menganggap kritik sebagai tindakan yang bisa memicu ketidakstabilan. Hal ini menunjukkan bahwa ada ketidaksesuaian antara deklarasi kebebasan berpendapat dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Penangkapan mahasiswi ini, meskipun akhirnya tidak berlanjut, menjadi simbol dari kompleksitas situasi ini.