Dalam peraturan yang diterbitkannya, Erick Thohir menegaskan bahwa aturan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya potensi benturan kepentingan antara BUMN dengan anak perusahaan atau entitas bisnis lainnya. Hal ini diharapkan dapat mencegah praktik-praktik bisnis yang merugikan perusahaan induk dan memastikan setiap keputusan BUMN didasari oleh prinsip kehati-hatian dan transparansi.
Dengan demikian, larangan tersebut juga diharapkan mampu mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh BUMN sehingga dapat memberikan manfaat secara maksimal bagi kepentingan nasional. Selain itu, aturan ini juga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan BUMN dalam mengelola aset dan sumber daya yang dimilikinya.
Meskipun di satu sisi aturan larangan ini dianggap sebagai langkah yang progresif dalam upaya memperbaiki tata kelola BUMN, namun di sisi lain kebijakan tersebut juga menimbulkan pro dan kontra di kalangan pengamat ekonomi dan pelaku bisnis. Beberapa pihak berpendapat bahwa larangan ini bisa dianggap sebagai pembatasan terhadap inovasi dan diversifikasi usaha BUMN, terutama dalam menghadapi persaingan global.
Namun, pada pihak lain menilai keputusan Erick Thohir tersebut sebagai tindakan yang tepat mengingat masih banyak masalah tata kelola yang mesti diselesaikan di dalam BUMN. Diperlukannya pengawasan yang ketat terhadap segala bentuk entitas bisnis yang dimiliki oleh BUMN merupakan langkah penting untuk menghindari terjadinya praktek bisnis yang merugikan keuangan perusahaan dan negara.