Hingga suatu hari, teknologi membawa keajaiban dalam bentuk media sosial. Salah satu teman sekolah mereka yang lain berhasil menemukan Budi di Facebook dan menghubungkannya dengan Sumarno. Pertemuan virtual pertama mereka dipenuhi dengan tawa, air mata, dan banyak cerita yang tertinggal. Mereka berdua memutuskan bahwa sudah saatnya untuk bertemu secara langsung, dan akhirnya menetapkan tanggal untuk reuni yang telah lama ditunggu-tunggu.
Hari yang dinantikan pun tiba. Budi dan Sumarno memilih untuk bertemu di tempat yang penuh kenangan, sekolah dasar mereka yang kini sudah berubah menjadi taman kota. Meskipun waktu telah mengubah banyak hal, memori masa kecil mereka tetap segar dalam ingatan. Mereka berdiri di tengah taman, mengenang setiap sudut dan cerita yang pernah mereka lalui bersama.
Ketika mereka akhirnya berhadapan, ada keheningan sejenak sebelum tawa dan air mata mengalir. Mereka saling memeluk erat, merasa seperti dua anak kecil yang tak terpisahkan kembali. Mereka berbagi cerita tentang kehidupan mereka, keluarga, pekerjaan, dan segala hal yang telah mereka alami selama lima puluh tahun terakhir. Setiap cerita diwarnai dengan nostalgia dan kehangatan persahabatan.
Budi menceritakan tentang perjalanannya sebagai insinyur, proyek-proyek yang telah ia kerjakan, dan keluarganya yang kini tinggal di kota besar. Sumarno berbagi tentang pengalamannya sebagai guru, bagaimana ia telah mendidik banyak generasi muda di kampung halamannya, serta keluarganya yang selalu memberikan dukungan. Mereka tertawa bersama mengingat kenakalan masa kecil, menangis mengenang orang-orang yang telah pergi, dan merayakan pencapaian-pencapaian hidup mereka.