Dalam waktu kurang dari dua minggu pemberontak akan menyerbu ibu kota Damaskus menggulingkan Presiden Bashar al-Assad saat pasukannya luluh lantak tiba-tiba mengakhiri konflik selama 13 tahun yang telah menewaskan ratusan ribu orang.
Suriah telah mengalami situasi konflik yang memuncak sejak pemberontakan terhadap rezim Bashar al-Assad dimulai pada tahun 2011. Tentara pemberontak yang semakin memperoleh dukungan dari masyarakat sipil dan negara-negara asing, akhirnya berhasil memiliki kekuatan yang cukup untuk menyerbu ibu kota Damaskus. Pasukan pemerintah yang sebelumnya kuat dan ditakuti tiba-tiba menunjukkan kelemahan yang tak terduga, memungkinkan pemberontak merebut kendali dengan cepat.
Beberapa faktor kunci yang dapat menjelaskan kejatuhan tiba-tiba militer rezim Assad adalah ketidakmampuan pemerintah untuk mempertahankan dukungan masyarakat, kekuatan penuh dari pemberontak dan aliansi mereka, serta tekanan eksternal dari negara-negara dengan kepentingan dalam konflik Suriah.
Salah satu faktor terpenting adalah kehilangan dukungan masyarakat terhadap rezim. Meskipun pemerintah Assad secara brutal menindak protes awal dan mengambil tindakan represif terhadap oposisi, dukungan untuk rezim semakin menurun seiring berjalannya waktu. Penggunaan kekerasan yang berlebihan dan pemadaman hak asasi manusia telah membuat rakyat Suriah semakin jenuh terhadap rezim Assad. Dengan kehilangan dukungan ini, pasukan pemberontak mendapatkan momentum baru dan meningkatkan kekuatan mereka untuk melawan pasukan rezim.