Di medan perang Kurukshetra yang mematikan, di ambang pertempuran yang menentukan nasib, Arjuna, seorang ksatria yang perkasa, dilanda keraguan dan keputusasaan. Dalam momen kritis itulah, bimbingan ilahi datang dari Krishna, penasihat dan kusirnya, yang menguak inti sari kebijaksanaan spiritual. Percakapan agung inilah yang membentuk Bhagavad Gita (, Bhagavadgt), sebuah teks suci dalam Hinduisme yang melampaui konteks pertempuran fisik, menawarkan pedoman universal tentang tugas (dharma), Karma Yoga (tindakan tanpa pamrih), dan jalan menuju pencerahan diri. Bhagavad Gita adalah mercusuar bagi jutaan jiwa yang mencari makna dan ketenangan dalam hidup.
Dharma dan Konflik Eksistensial Arjuna
Kisah Bhagavad Gita berawal dari dilemma etis yang dihadapi Arjuna. Ia harus berperang melawan sanak saudara dan guru-gurunya sendiri demi menegakkan kebenaran dan keadilan (dharma). Rasa takut kehilangan orang-orang terkasih dan keraguan akan tujuan pertempuran membuatnya ingin menyerah. Ini adalah representasi dari konflik eksistensial yang sering kita hadapi dalam hidup: bagaimana menunaikan tugas atau kewajiban kita, terutama ketika itu bertentangan dengan emosi atau keinginan pribadi?
Krishna, dalam perannya sebagai guru spiritual, tidak hanya menenangkan Arjuna tetapi juga memberinya pemahaman yang lebih tinggi tentang hakikat diri, alam semesta, dan hubungan antara tindakan dan konsekuensinya. Beliau menjelaskan bahwa dharma bukanlah sekadar aturan sosial, tetapi adalah kewajiban yang selaras dengan tatanan kosmis dan sifat sejati diri. Melarikan diri dari dharma seseorang hanya akan menghasilkan penderitaan dan penyesalan yang lebih besar.