Dalam beberapa tahun terakhir, profesi sebagai streamer telah menarik perhatian banyak generasi muda di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Platform-platform seperti YouTube, Twitch, dan Facebook Gaming tidak hanya menjadi tempat berbagi konten dan bermain game, tetapi juga sebagai sarana untuk berinteraksi dengan audiens secara langsung.
Dengan pertumbuhan industri kreatif ini, banyak orang yang beralih dari pekerjaan konvensional ke dunia streaming yang menawarkan potensi penghasilan yang menggiurkan. Namun, seperti profesi lainnya, para streamer juga terikat oleh peraturan perpajakan yang berlaku di negara ini, dan mereka menjadi Wajib Pajak (WP) yang harus memperhatikan kewajiban perpajakan, khususnya Pajak Penghasilan (PPh).
Sumber pendapatan para streamer beragam, mulai dari iklan yang ditayangkan pada video, donasi yang diberikan oleh penonton, langganan atau subscription, hingga penjualan merchandise yang terkait dengan konten mereka. Selain itu, banyak streamer yang juga meraih pendapatan dari kolaborasi dengan brand atau sponsor, yang semakin meningkatkan potensi penghasilan mereka. Dengan beragam cara tersebut, tidak heran jika penghasilan seorang streamer bisa mencapai angka yang fantastis.
Dalam hal penghitungan pajak, streamer dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) untuk menentukan besarnya penghasilan yang dikenakan pajak. NPPN ini memudahkan para streamer dalam menghitung pajak yang harus dibayarkan, dan mereka wajib mengajukan permohonan penggunaan NPPN kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) paling lambat tiga bulan setelah tahun pajak dimulai. Menurut informasi terbaru di situs resmi DJP, streamer diperbolehkan menggunakan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) 90002, yang mencakup kegiatan pekerja seni, dengan besaran NPPN yang ditetapkan sebesar 50%.